Masih terngiang suara jeritan hati warga Nilam yang mendambakan sebuah perubahan. Yaa.., sebuah perubahan. Waktu itu aku masih bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan, memiliki inisiatif dan rencana kerja yang tertuang dalam program jangka panjang untuk mengubah dan menghidupkan kembali lahan "tidur" yang hanya berdiri semak belukar dan tidak terurus oleh pemiliknya agar menjadi lahan yang produktif dan memiliki nilai manfaat di kemudian hari.
Pertama aku menginjakkan kaki di desa Nilam, Kecamatan Jawai. Aku melihat begitu banyak pohon kelapa di sekitar pekarangan rumah yang begitu sederhana, kanal yang mengular dari arah hulu dan berakhir ke laut, serta hamparan tanaman padi yang hijau tumbuh subur, seolah membuat aku terpesona dengan keindahan desa Nilam yang teduh dan sesekali terpikirkan olehku makna sebuah kedamaian disana.
awalnya,semua seperti air yang tenangnamun, perlahan mengalirmencoba mencari asa yang tertinggalmenggerakkan serpihan-serpihan kehidupantanpa membuat air beriak dan bergelombang
aku,mendambakan semuanyakedamaian, keindahan dan kesejahteraantanpa bayang-bayang nista
~ Hario Pamungkas ~
Pada
tanggal 14 Januari 2009, aku beserta Pak Pian, Pak Kahar dan dua warga
lainnya berangkat ke arah hutan untuk melakukan survei batas lahan desa.
Dengan berbekal GPS, kamera digital, alat ukur panjang serta kompas
manual, kami menyusuri jalan disebelah kanan kanal, menyisiri ke arah
hulu sampai akhirnya masuk ke dalam hutan. Begitu kagetnya saya,
ternyata di dalam hutan telah banyak warga desa Nilam beraktivitas
menebang kayu secara ilegal. Pak Pian pun akhirnya mengatakan kepada
saya, "Inilah mata pencaharian mereka. Dan kayu yang mereka tebang dijual ke tempat penadah dengan harga yang tak seberapa". Dengan berbekal gergaji mesin, mereka membabat hutan dengan semaunya. Dan itu dilakukan untuk menghidupi keluarga mereka.
Akhirnya
aku sadar, bahwa suasana desa yang teduh itu tidaklah mencerminkan
kesejahteraan pada diri masyarakat desa Nilam. Rata-rata mata
pencaharian mereka adalah mengambil kayu di hutan dan dijual. Sisanya
adalah petani padi, kelapa serta tidak sedikit pula sebagai pengangguran
yang tidak jelas kegiatannya.
Sambil
bercerita, kami pun melanjutkan survei yang kami lakukan. Tak terasa,
malam pun mulai menyelimuti. Kami pun akhirnya menghentikan aktivitas
dan mencari tempat untuk beristirahat malam di dalam hutan. Pagi dini
hari, kami pun melanjutkan survei kembali sampai akhirnya kami mampu
selesaikan kegiatan survei dan kembali ke rumah di siang hari.
Sesampainya di rumah, kami dikejutkan oleh tiga orang yang datang ke rumah dan mengatakan "Sekarang
kalian semua harus ikut kami ke kantor kecamatan, karena kalian tadi
dicari banyak orang dari beberapa warga desa yang menolak kegiatan
kalian". Hatiku pun terguncang mendengar berita itu, ternyata selama
kami melakukan survei di hutan, mereka semua melakukan demo untuk
menolak aktivitas kami.
Dengan
mengenakan pakaian seadanya bekas survei hari itu dan kami pun
berangkat menuju kantor kecamatan Jawai. Setibanya disana, "Astaghfirullah"
rupanya benar, ratusan pendemo yang hampir keseluruhannya adalah
masyarakat di luar Nilam dan kelompok beberapa LSM, telah memadati
halaman kantor kecamatan dan berteriak-teriak menuntut kami pergi dari
kecamatan Jawai.
Akhirnya,
kami pun dengan Pak Camat, Kapolsek, Tokoh Masyarakat, seluruh Kepala
Desa di Jawai serta perwakilan dari pendemo melakukan dialog terbuka.
Sampai akhirnya disepakati bahwa untuk sementara kami dari pihak
perusahaan tidak diperbolehkan untuk melakukan kegiatan apappun di
Kecamatan Jawai.
Setelah kejadian itu, saya pun berfikir dan bertanya pada diri sendiri, "Mengapa
mereka tidak pernah mau berubah, padahal perusahaan ingin sekali
membangun mitra kerjasama dalam bentuk bagi hasil..?? Selain itu juga
banyak hal yang bisa membantu mereka seperti banyaknya lowongan
pekerjaan, membangun lahan tidak produktif dan tentunya meningkatkan perekonomian di daerah
Jawai secara umum menjadi lebih baik".
Aku
pun penasaran, mengapa mereka tidak pernah mau diajak kerjasama untuk
tujuan yang lebih baik? Usut punya usut, ternyata memang mereka di-backing-i
oleh LSM yang memiliki tujuan untuk kepentingan mereka sendiri. Ini
terbukti sudah tiga kali perusahaan masuk dan melakukan sosialisasi
mengenai rencana kerja dan sistem kerjasama, tiga kali pula mereka
berdemo dan menghalangi.
Yahh,
harapan aku mudah-mudahan apa yang terbaik bagi desa Nilam akan menjadi
kenyataan. Dan sejujurnya, aku sangat merindukan suasana desa Nilam
seperti suasana pertama kali aku menginjakan kaki disana, penuh
kedamaian.
Ceritanya menyentuh banget mas Hario...
ReplyDeleteBagaimana kabarnya sekarang?? Kok udah lama ngga pernah muncul lagi di sekolah...
SMK Bisa..!!! :>)
Alhamdulillah kabar baik, om..
DeleteKemarin aku singgah kok ke sekolah tapi nggak lihat om disitu, hehe5..
Matur nuwun yo om wis singgah n komen-komen di blog-ku..
SMK bisaa....!! :>)
Ehemm...
ReplyDeleteCeritanya mas hario gak nguati tenan ki, hihihi...
:) :) :)
Haha5..
DeleteEmang'e gak oleh po..?? :d